NASIB KESENIAN KETOPRAK DI LAPANGAN DUSUN SEMINANG DESA SUMBERAGUNG WATES – KEDIRI PADA ERA REFORMASI
 
Oleh: Susie Galih Ajiningtyas
 
     
              Dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI), 
penulis mengangkat tema penulisan karya tulis mengenai kebudayaan yaitu 
“NASIB KESENIAN KETOPRAK DI LAPANGAN DUSUN SEMINANG PADA ERA REFORMASI”.
 Dalam penulisan ini penulis melakukan penelitian di Dusun Seminang Desa
 Sumberagung dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
     
            Alasan penulis mengambil tema mengenai kebudayaan adalah 
karena keprihatinan penulis terhadap kebudayaan bangsa terutama ketoprak
 yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat.
            Dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya, Indonesia lebih 
unggul di bidang keseniannya. Indonesia merupakan negara yang terkenal 
kaya akan suku-suku budaya dan keseniannya. Diantara ribuan kesenian 
daerah yang ada di Indonesia salah satunya adalah kesenian ketoprak. 
Yang sekarang ini semakin diabaikan oleh sebagian besar masyarakat 
bangsa Indonesia sendiri.
            Kebudayaan adalah aset terbesar bangsa di samping kekayaan 
lain yang bersifat materil. Selain itu budaya yang mencangkup kesenian 
menggambarkan identitas bangsa. Seiring dengan perkembangan jaman 
kesenian daerah ini semakin tergeser keberadaannya. Pesatnya laju 
teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana 
difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang
 lebih beragam bagi masyarakat luas. 
     Ketoprak
 merupakan kesenian rakyat yang berbentuk sandiwara atau drama, ketoprak
 ini timbulnya pada tahun kurang lebih 1922 pada masa Mangkunegaran. 
Sebagai ilustrasi diiringi gamelan yang berupa lesung, alu, kendang dan 
seruling, karena cerita atau pantun-pantunnya merupakan sindiran kepada 
pemerintah atau kerajaan maka kesenian ketoprak ini lalu dilarang. Namun
 karena kesenian rakyat akhirnya tetap berkembang di daerah pedesaan 
atau pesisiran. Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak ini disempurnakan 
dengan iringan gamelan jawa lengkap dan tema ceritanya mengambil babad 
sejarah, cerita rakyat atau kerajaan sendiri. Ketoprak ini dilakukan 
oleh beberapa orang menurut keperluan ceritanya. Adapun ciri khas dari 
ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa jawa.  
Ketoprak adalah seni pertunjukan rakyat yang populer di kalangan masyarakat dan budaya (Dr. Budi Santoso, S.J., 1997, 11).
 Ketoprak merupakan kesenian rakyat Jawa Tengah, namun juga bisa 
ditemukan di Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketoprak sudah 
menjadi salah satu budaya Masyarakat Jawa Tengah dan bisa mengungguli 
kesenian lainnya, seperti Srandul, Emprak dll. Asal mula ketoprak ini 
terwujud dari permainan para pemuda di dusun yang sedang bermain sambil 
diiringi irama lesung pada saat bulan purnama. Namun kebiasaan tersebut 
kinggi menjadi salah satu budaya dan salah satu seni drama tradisional 
kuno. Alat musik yang digunakan pada awalnya hanya lesung namun dalam 
perkembangannya disertai pula dengan seruling, terbang, gendang, gong 
dan beberapa nyanyian jawa (tembang jawa). Ketoprak jawa yang masih 
menggunakan lesung tergelar sekitar tahun 1887 dan mulai diubah 
instrumennya menjadi lebih lengkap pada tahun 1909. 
 
SEJARAH SINGKAT
     
            Lahir pada bagian terakhir pada tahun 1920-an dan 
dipengaruhi oleh popularitas seni drama baraht (Tonil) yang menabjibkan.
 Kesenian ketoprak berkembang mendekati kesenian wayang yang selama ini 
mempengaruhi kebudayaan masa di Indonesia (Dr. Budi Santoso, S.J., 1997, 11).
            Hatley, seorang sarjana Australia yang baru-baru ini 
meneliti tentang ketoprak telah menulis bahwa sejak awal berdirinya 
ketoprak adalah sebuah hiburan populer dari wong cilik yang sedang 
berhadapan dengan ancaman-ancaman medernisasi (Dr. Budi Santoso, S.J., 1997, 13).
            Asal mulanya pertunjukan ketoprak menyajikan keakraban akan 
kejujuran dan keaslian sebuah seni yaitu tanpa maksud-maksud komersial. 
Selama masa kependudukan Jepang di Jawa (1942-1945) sandiwara ketoprak 
ternyata dapat dengan sukses dimanfaatkan oleh rezim militer pada waktu 
itu sebagai sebagian alat propaganda perang (Dr. Budi Santoso, S.J., 1997, 29-31) 
Sekarang
 ini masyarakat Indonesia, sedang masuk dalam era reformasi. Reformasi 
merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar  sepuluh tahun yang lalu, 
dan mulai begitu popular sebagai ideologi baru sekitar sepuluh tahun 
terakhir. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam 
kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri 
dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini 
berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak 
negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan 
kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung
 selama beberapa generasi. 
Gejala
 yang juga menonjol sebagai dampak dari globalisasi informasi adalah 
terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat tradisional, yakni 
perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih 
terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai 
dan norma sosial. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia 
secara mendasar. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada 
globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia 
secara menyeluruh. 
Masalah
 yang paling krusial dalam globalisasi adalah kenyataan bahwa 
perkembangan iptek dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara
 berkembang di Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu 
menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. 
Akibatnya, negara-negara berkembang selalu khawatir akan tenggelam 
dilanda arus globalisai dalam berbagai bidang  politik, ekonomi, 
sosial, budaya, termasuk kesenian kita. 
Dua
 kekhawatiran  ini jelas bukan tanpa alasan. Khusus dalam bidang 
hiburan masa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu 
sudah sedemikian terasa. Misalnya, sekarang ini setiap hari kita bisa 
menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju di Amerika Serikat, Jepang, dll melalui stasiun televisi di tanah 
air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui 
parabola yang juga semakin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. 
Sementara itu, kesenian-kesenian populair lain yang tersaji melalui 
kaset, VCD, dan laser disk yang berasal dari negara manca pun terus 
mengalir di tengah-tengah kita. Fakta demikian cukup sebagai bukti 
betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang
 kendali dalam globalisasi budaya. 
 
Ketoprak di Dusun Seminang
     
            Menurut masyarakat Dsn. Seminang, Ds. Sumbaragung, pada era 
reformasi ini terjadi perubahan terhadap kebudayaan Indonesia terutama 
kesenian ketoprak. Masuknya kebudayaan baru bersifat negatif terhadap 
kelangsungan kebudayaan tradisional dan sangat membahayakan kebudayaan 
timur. Seorang pemain ketoprak sangat prihatin sekali terhadap perubahan
 budaya, sebab masyarakat kita sudah sudah mulai meninggalkan kebudayaan
 bangsa dan orang tua sekarang jarang sekali memberikan pendidikan 
kebudayaan terhadap anak didiknya. Selain itu masuknya teknologi yang 
modern sangat mempengaruhi proses pelestarian kebudayaan.
     
            Mereka juga berpendapat bahwa mereka sangat ragu sekali jika
 bangsa kita mampu mempertahankan kebudayaan sebagai identitas bangsa 
pada era reformasi yang yang semakin memprihatinkan. Bahkan masyarakat 
sekitarnya juga sangat tidak yakin sekali kalau kesenian ketoprak akan 
terus berjaya.
 
Ketoprak vs Hiburan Modern
                 Hiburan
 yang penuh dengan kemeriahan dan keglemoran, sekarang ini telah mampu 
membutakan hati masyarakat akan kesenian daerah sepertihalnya ketoprak. 
  Berdasarkan hasil angket dari pertayaan “Andai ada dua pilihan hiburan
 yaitu ketoprak dan huburan seperti pertunjukan band, apakah anda akan 
memilih ketoprak?”. Dari 50 responden hanya ada 30% yang menjawab “ya”. 
Itu berarti kesenian hanya sedikit sekali yang masih menyukainya. 
Hiburan modern yang pada hakikatnya dapat merusak kebudayaan bangsa 
justru sekarang ini banyak diminati. 
Kenyataan
 ini sudah dapat menggambarkan akan keberadaan dan kelangsungan kesenian
 ketoprak di masa yang akan datang. Dahulu kesenian ketoprak menjadi 
ajang hiburan yang dengan mudahnya sering kita jumpai di televisi maupun
 di pergelaran terbuka. Namun setelah pergantian orde baru ke era 
reformasi kesenian rakyat ini semakin terpuruk, bahkan kini nasibnya 
bagaikan di ujung duri. Peribahasa ini bermakna nasib kesenian ketoprak 
saat ini sangat mengkhawatirkan. Jika kita semakin tidak mempedulikan 
akan nasib ketoprak maka hal itu akan terjadi. Perlu kita ingat tentang 
berita tentang reog yang menjadi salah satu kebudayaan Indonesia yang 
hampir direbut oleh negara lain. Hal inilah akibat dari kelalaian 
masyarakat sendiri akan reog sebagai kesenian murni ciptaan Idonesia.
 
Pandangan Masyarakat akan Kesenian Ketoprak
Semakin
 hari, kian lama kebudayaan ketoprak semakin pudar, hal yang kuno dan 
kurang gaul, itulah tanggapan dari anak-anak muda terhadap kesenian 
ketoprak. Mereka menganggap kesenian ketoprak adalah tontonan orang tua 
(nenek-nenek), yang apabila mereka menonton kesenian tersebut mereka 
merasa gengsi.         Dari rasa gengsi inilah menjadikan 
kesenian ketoprak semakin dipojokkan oleh para generasi muda saat ini. 
Selain tanggapan ini, mereka juga menganggap bahwa ketoprak jika dilihat
 sangat kurang menyenangkan dibenak mereka. Padahal jika mengingat 
perjuangan nenek moyang dahulu, nenek moyang kita sangat mati-matian 
untuk memperjuangkan demi meraih suatu kesenian yang ada di Indonesia 
agar dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. Sebenarnya, jika kita 
resapi tentang tujuan dari kesenian itu sendiri, kesenian sangat 
bermanfaat dan menyenangkan  bagi audiennya jika mereka mau 
menyaksikannya.
Di
 sisi lain dari opini mereka, sebagian besar masyarakat terutama 
masyarakat dari golongan religius juga berpendapat bahwa kesenian sangat
 dilarang oleh agama. Padahal jika kita telusuri lagi tentang sejarah 
Sunan Kalijaga masa lampau, kesenianlah yang menjadi wadah bagi beliau 
dalam menyebarluaskan agama Islam melalui hasta karyanya yaitu wayang. 
Mereka yang berpendapat bahwa kesenian sangat dilarang oleh agama itu 
sangat salah besar sekali. Kemungkinan besar mereka tidak 
mengingat-ingat kembali tentang perjuangan Islam ketika menyebarkan 
ajaran agama ke seluruh dunia.
 
PEWARISAN BUDAYA .         
     
            Berdasarkan hasil observasi di lapangan yaitu di Desa 
Sumberagung, penulis mengambil subjek suatu grup kesenian ketoprak yang 
dipimpin oleh Ki Koyek. Beliau berpendapat bahwa mereka semua turut 
prihatin akan nasib kesenian Ketoprak di era reformasi. 
            Oleh sebab itu, proses pewarisan budaya suatu generasi tidak
 dapat bersifat pasif dalam menerima budaya dari generasi pendahulunya. 
Mereka harus aktif dalam menyaring akan masuknya kebudayaan-kebudayaan 
baru seperti kebudayaan barat ke dalam kebudayaan Indonesia. Tanpa 
adanya partisipasi dan kesadaran dari generasi muda itu sendiri, 
kelangsungan kesenian budaya ketoprak tidak akan dapat terjamin 
kelangsungannya di tanah negeri Indonesia kita tercinta ini. Kemungkinan
 besar kesenian ketoprak akan punah dengan sendirinya. Tetapi dengan 
masih adanya nilai dan ukuran lama dari budaya yang diterima harus 
dikaji, dikupas, dan diperiksa untuk disesuaikan dengan perkembangan 
jaman, dengan demikian kebudayaan akan selalu bertunas dan berkembang 
dengan suburnya, tanpa merusak identitas asli budaya bangsa.
            Kesenian ketoprak tidak akan punah jika sedari dulu proses 
pewarisan oleh orang-orang sebelum kita lebih menfokuskan anak didiknya 
dengan lebih memperkenalkan sejarah dan deskripsi mengenai kesenian 
ketoprak.